Kemarin, 14 februari... tepatnya hari Jumat di tahun 2014 saya melihat sebuah tayangan televisi yang cukup mencengangkan, tapi rasanya bukan hanya saya yang merasakan hal demikian,tapi nampaknya banyak juga orang di luar sana yang merasakan hal yang sama, mengungkapkan perasaan kecewanya atas sebuah tindakan seorang ustadz yang baru-baru ini 'terangkat' namanya dalam sebuah audisi tertentu. Hal ini terbukti dari banyaknya sebuah tulisan, berita, gonjang-ganjing, maupun foto-foto yang beredar di dunia maya akhir-akhir ini. bahkan konon katanya sempat ada warga yang awalnya 'pengikut' baik ustadz tersebut menyobek-nyobek foto yang terpampang di rumahnya. katanya -kecewa-.
Mengapa hal yang tidak senonoh itu bisa terjadi? apakah jawaban 'manusia tidak ada yang sempurna sekalipun itu Ustadz' bisa dijadikan kalimat pembelaan dalam hal ini?
oh no, saya fikir tidak demikian konteksnya.
terlebih orang tersebut telah banyak dikenal dengan title seorang ustadz di kalangan masyarakat luas.
lantas dalam sebuah acara lain, di sana juga saya melihat orang yang bersangkutan tersebut (Ustadz permen) itu mengklarifikasi kejadian itu, kurang lebih kalimat yang saya tangkap bahwa Beliau mengaku dirinya bukan seorang Ustadz, namun masih seorang santri (anak buah Ustadz), Beliau juga menyatakan bahwa dirinya bukan seorang Kiyai, namun masih anak buahnya kiyai.
laaah???
mengapa baru sekarang mas ngakunya?
lantas selama ini Anda berceramah panjang lebar dengan title Ustadz sepertinya Anda tidak mempermasalahkan hal ini? mengapa setelah kejadian ini Anda bisa mengungkapkan demikian?
Astaghfirullah...
saya juga memang bukan orang sempurna, bahkan setiap harinya dosa yang diperbuat tak bisa terhitung berapa banyak jumlahnya.
namun disini saya tidak sedang membicarakan tentang manusia sempurna atau yang tidak. bukan itu tema kali ini,
yang lebih saya tekankan adalah SIKAP seorang Ustadz yang seharusnya menjadi panutan banyak orang, menjadi teladan jamaah setianya.
Bahkan sempat terlontar statement dari ketua ikadi (ikatan dakwah indonesia) Ustadz Achmad Satori Ismail mengatakan "sikap yang seperti itu, bisa
merusak reputasi ustadz dan orang yang berbuat seperti itu tidak layak
disebut ustadz. status seorang Dai harus sesuai dengan kepribadiannya. Menurut Beliau juga,
mereka dipercayai masyarakat sebagai Dai karena memiliki kelebihan di
atas orang awam dalam ilmu agama, ibadah, akhlak dan perilaku lain dalam
kehidupan sehari-hari.
“Mereka pun harus mampu menjaga emosional dalam berdakwah, ini seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,” ungkapnya.
Ia mencontohkan apa yang telah dilakukan Rasulullah dalam berdakwah.
“Nabi dicaci, dimaki bahkan disiksa tapi tidak emosional bahkan tidak
berubah sedikitpun perilaku hasanah-nya,” papar Satori.
Jadi kalau ada orang sekarang yang mengaku ustadz dan berbuat tidak
pantas, dan tidak sesuai seperti yang dicontohkan Nabi dalam berdakwah,
menurut dia, tidak pantas untuk disebut ustadz."
begitu pemaparannya...
Jadi untuk saya khususnya, dan kita umumnya, jangan terburu-buru memberi title Ustadz pada seseorang yang bisa berdoa, melafadzkan Alqur'an dengan tartil, melantunkan hadits-hadits sohih yang meyakinkan, sekalipun itu memang benar adanya. karena itu saja tidak cukup.
karena yang saya tahu, keimanan seseorang itu berbanding lurus dengan akhlaknya.
dan satu lagi pesan yang sudah lama sekali ingin saya sampaikan,
"janganlah dakwah ini dijadikan untuk main-main, bahkan ada yang hanya sekedar untuk mendongkrak popularitas saja, karena yang saya fahami mereka yang bergelar Ustadz adalah panutan masyarakat luas".
wallahu'alam bis showab.
saya hamba yang penuh dosa hanya bisa menyalurkan aspirasi lewat tulisan ini. (mohon dimaafkan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar