Senin, 06 April 2015

Bolehlah copas ^^ abisan kece tulisannya

[Cuplikan kisah seputar pengasuhan anak 25]
Tuut...tuuut...
Bapak: assalamualaikum
Ummi: waalaikumsalam pak, bapak..... i just want to say i love you!
Bapak: wkwkwkwkwkwkwk, ada apalagi mi dirumah?
Ummi: wkwkwkwwkwkwkw seruuuuuuu deh pokoknya doain ya pak biar mudah!
Bapak: "iya. Semagat ya mi!!"

Telepon pun ditutup dengan ucapan salam. Telepon seperti ini hampir setiap hari dalam rumah tangga kami. Bapak sudah tau kalo saya membuka pembicaraan dengan kalimat ini pasti suasana rumah sedang sangat heboh. Maka bapak selalu tertawa dan bertanya "ada apalagi mi?".
Namun, telepon yang hanya beberapa detik ini menjadi energi bagi saya untuk kembali bekerja mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah tangga. Mendadak chemistry di dalam tubuh saya bereaksi menjadi energi positif yang penuh semangat.
Ah.....Bagaimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yg tercipta dari tulang rusuk adam, saya begitu membutuhkan suplemen semangat dari suami tercinta dalam dunia pengasuhan anak.
Dilain waktu......
Ummi: "pah makasih ya td siang udah dibantu doa, doanya tokcer, langsung dimudahkan Allah
Bapak: "wah tau gak ummi!! bapak berdoa dengan sepenuh hatiiiiii banget, tau gak kenapa?"
Ummi: "kenapa pak?"
Bapak:" karena tadi siang itu di kantor bapak lagi sibuuuuuuuuk dan banyaaaaaak problem. Jd bapak pengen ummi gak nelpon lagi. Biar gak ganggu bapak"
wkwkwkwkwkwkwkwkkw dan kamipun berdua tertawa terbahak-bahak.
Pengasuhan anak itu menguras pikiran, jiwa dan tenaga.
Ah.....Bagaimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yang tercipta dari tulang rusuk adam, saya membutuhkan canda tawa sebagai bumbu cinta. Canda tawa yang halal yang merilekskan kepenatan jiwa, agar siap menghadapi pekerjaan selanjutnya. Canda tawa seperti ini sering menghiasai rumah tangga kami berdua.
Dilain waktu, saat kepanikan melanda.....
Tuuut....tuuut...
Bapak: "assalamualaikum"
Ummi: "waalaikumsalam, bapak apa prioritas tugas ummi di rumah?"
Bapak: "menyusui fatih, ummi..."
Ummi: "walau cucian numpuk pak? Piring kotor numpuk? rumah berantakan? pas bapak pulang kerjaan semua belum beres, gak apa-apa pak?
Bapak: gak apa-apa ummi...
Ummi: "bapak, apa yang bapak harapkan dari ummi?"
Bapak: "yang penting jaga kewarasan ummi menghadapi anak-anak"
Telpon pun ditutup dengan salam. Telpon yang hanya berdurasi beberapa menit, mampu memberi energi untuk kembali bangkit menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah tangga yang terbengkalai karena sibuk menyusui sang bayi.
Ah....Bagaimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yang tercipta dari tulang rusuk adam, saya membutuhkan pengertian dari suami tercinta atas ketidaksempurnaan dalam berbakti kepadanya.
Dilain waktu saat penyakit perfeksionis menjangkit....
Ummi: "bapak, ibu yang baik itu seperti apa, pak? Yang bisa didik anaknya jadi sholeh? Jadi pinter? Yang rumahnya rapi? Yang masakannya enak? Yang anaknya dirawat agar sehat?"
Bapak: "yang bisa membimbing anak-anak masuk surga mi...."
Ummi: "walau rumahnya berantakan? Walau masakannya cuma sempet bikin satu jenis? Gak papa pak?"
Bapak: "gak papa ummi"
Ah.... bagimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yang tercipta dari tulang rusuk adam. Bimbingan suami untuk selalu meluruskan niat dan meraih tujuan utama begitu berarti bagi saya agar terhindar dari perasaan cemas yang berlebihan dalam menghadapi keseharian amanah rumah tangga.
Saya begitu menyadari bahwa kami membutuhkan jiwa yang sehat untuk bisa mendidik anak yang berjiwa sehat.
Bagaimana sang ibu akan tenang dalam menjalani amanah pengasuhan anak sementara ada ruang kosong dalam jiwanya yang tak terpenuhi kebutuhannya.
Salah satu hal yang mendukung kesehatan jiwa adalah cinta kepada dan dari lawan jenis yang halal dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Bahkan telah tertulis dalam Al-Quran bahwa pernikahan menjadi sarana untuk memberi ketentraman jiwa. Ketentraman jiwa memberi akan kita energi, gairah dan semangat saat menjalani hari-hari penuh tantangan dalam penghambaan diri kepada Allah Sang Pencipta.
Saat hati bersyukur pada Allah, saya jadi teringat peristiwa beberapa tahun silam. Ba'da subuh sepulang itikaf dari mesjid habiburrahman bandung, saya mengunjungi ayah saya yang berusia 70an yang telah terbaring sakit lebih dari 5 tahun diatas kasur.
Kiki: "papah boleh gak kiki menikah?"
Bapak: "sama siapa?"
Kiki: "barusan ketemu ikhwan sama orang tuanya di tempat itikaf, beliau lagi cari ibu untuk anaknya, karena istrinya sudah meninggal sejak anaknya bayi pah."
Bapak: "kamu niatnya mau apa ki menikah?"
Kiki: "mau ibadah pah"
Sambil berlinang air mata bapak bicara
Bapak: "ya sudah kalo memang betul mau ibadah, istikhorohlah, kalo mantap menikahlah, bapak juga sudah ingin nimang cucu"
Dan berbagai kemudahan pun datang, hanya selang sekitar satu bulan kemudian Allah mudahkan penikahan terlaksana. Dan berbagai kemudahan pun terus datang, terus datang, terus datang sampai sekarang dan semoga selamanya, insya Allah
Sahabat, maaf ya jika dirasa tulisan ini terlalu jujur. Saya hanya ingin menyampaikan kepada para suami, betapa cinta, semangat, canda tawa, pengertian dan bimbingan begitu berarti bagi kami para istri. Dan hal itu begitu berarti bagi pengasuhan anak-anak.
Sahabat, Maaf ya jika dirasa tulisan ini terlalu jujur. Saya hanya ingin menyampaikan betapa pernikahan dalam kerangka ibadah itu begitu indah, begitu indah, begitu indah. Allahu alam

San jose, california
Dari seorang wanita yang terus belajar menjadi istri
Kiki Barkiah

Tidak ada komentar: