Tuut...tuuut...
Ummi: waalaikumsalam pak, bapak..... i just want to say i love you!
Telepon pun ditutup dengan ucapan salam. Telepon seperti ini hampir
setiap hari dalam rumah tangga kami. Bapak sudah tau kalo saya membuka
pembicaraan dengan kalimat ini pasti suasana rumah sedang sangat heboh.
Maka bapak selalu tertawa dan bertanya "ada apalagi mi?".
Namun,
telepon yang hanya beberapa detik ini menjadi energi bagi saya untuk
kembali bekerja mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah tangga. Mendadak
chemistry di dalam tubuh saya bereaksi menjadi energi positif yang penuh
semangat.
Ah.....Bagaimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa
yg tercipta dari tulang rusuk adam, saya begitu membutuhkan suplemen
semangat dari suami tercinta dalam dunia pengasuhan anak.
Dilain waktu......
Ummi: "pah makasih ya td siang udah dibantu doa, doanya tokcer, langsung dimudahkan Allah
Bapak: "wah tau gak ummi!! bapak berdoa dengan sepenuh hatiiiiii banget, tau gak kenapa?"
Ummi: "kenapa pak?"
Bapak:" karena tadi siang itu di kantor bapak lagi sibuuuuuuuuk dan
banyaaaaaak problem. Jd bapak pengen ummi gak nelpon lagi. Biar gak
ganggu bapak"
wkwkwkwkwkwkwkwkkw dan kamipun berdua tertawa terbahak-bahak.
Pengasuhan anak itu menguras pikiran, jiwa dan tenaga.
Ah.....Bagaimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yang tercipta
dari tulang rusuk adam, saya membutuhkan canda tawa sebagai bumbu cinta.
Canda tawa yang halal yang merilekskan kepenatan jiwa, agar siap
menghadapi pekerjaan selanjutnya. Canda tawa seperti ini sering
menghiasai rumah tangga kami berdua.
Dilain waktu, saat kepanikan melanda.....
Tuuut....tuuut...
Bapak: "assalamualaikum"
Ummi: "waalaikumsalam, bapak apa prioritas tugas ummi di rumah?"
Bapak: "menyusui fatih, ummi..."
Ummi: "walau cucian numpuk pak? Piring kotor numpuk? rumah berantakan?
pas bapak pulang kerjaan semua belum beres, gak apa-apa pak?
Bapak: gak apa-apa ummi...
Ummi: "bapak, apa yang bapak harapkan dari ummi?"
Bapak: "yang penting jaga kewarasan ummi menghadapi anak-anak"
Telpon pun ditutup dengan salam. Telpon yang hanya berdurasi beberapa
menit, mampu memberi energi untuk kembali bangkit menyelesaikan seluruh
pekerjaan rumah tangga yang terbengkalai karena sibuk menyusui sang
bayi.
Ah....Bagaimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yang
tercipta dari tulang rusuk adam, saya membutuhkan pengertian dari suami
tercinta atas ketidaksempurnaan dalam berbakti kepadanya.
Dilain waktu saat penyakit perfeksionis menjangkit....
Ummi: "bapak, ibu yang baik itu seperti apa, pak? Yang bisa didik
anaknya jadi sholeh? Jadi pinter? Yang rumahnya rapi? Yang masakannya
enak? Yang anaknya dirawat agar sehat?"
Bapak: "yang bisa membimbing anak-anak masuk surga mi...."
Ummi: "walau rumahnya berantakan? Walau masakannya cuma sempet bikin satu jenis? Gak papa pak?"
Bapak: "gak papa ummi"
Ah.... bagimanapun saya seorang wanita. Layaknya hawa yang tercipta
dari tulang rusuk adam. Bimbingan suami untuk selalu meluruskan niat dan
meraih tujuan utama begitu berarti bagi saya agar terhindar dari
perasaan cemas yang berlebihan dalam menghadapi keseharian amanah rumah
tangga.
Saya begitu menyadari bahwa kami membutuhkan jiwa yang sehat untuk bisa mendidik anak yang berjiwa sehat.
Bagaimana sang ibu akan tenang dalam menjalani amanah pengasuhan anak
sementara ada ruang kosong dalam jiwanya yang tak terpenuhi
kebutuhannya.
Salah satu hal yang mendukung kesehatan jiwa
adalah cinta kepada dan dari lawan jenis yang halal dalam sebuah ikatan
suci pernikahan. Bahkan telah tertulis dalam Al-Quran bahwa pernikahan
menjadi sarana untuk memberi ketentraman jiwa. Ketentraman jiwa memberi
akan kita energi, gairah dan semangat saat menjalani hari-hari penuh
tantangan dalam penghambaan diri kepada Allah Sang Pencipta.
Saat
hati bersyukur pada Allah, saya jadi teringat peristiwa beberapa tahun
silam. Ba'da subuh sepulang itikaf dari mesjid habiburrahman bandung,
saya mengunjungi ayah saya yang berusia 70an yang telah terbaring sakit
lebih dari 5 tahun diatas kasur.
Kiki: "papah boleh gak kiki menikah?"
Bapak: "sama siapa?"
Kiki: "barusan ketemu ikhwan sama orang tuanya di tempat itikaf, beliau
lagi cari ibu untuk anaknya, karena istrinya sudah meninggal sejak
anaknya bayi pah."
Bapak: "kamu niatnya mau apa ki menikah?"
Kiki: "mau ibadah pah"
Sambil berlinang air mata bapak bicara
Bapak: "ya sudah kalo memang betul mau ibadah, istikhorohlah, kalo mantap menikahlah, bapak juga sudah ingin nimang cucu"
Dan berbagai kemudahan pun datang, hanya selang sekitar satu bulan
kemudian Allah mudahkan penikahan terlaksana. Dan berbagai kemudahan pun
terus datang, terus datang, terus datang sampai sekarang dan semoga
selamanya, insya Allah
Sahabat, maaf ya jika dirasa tulisan ini
terlalu jujur. Saya hanya ingin menyampaikan kepada para suami, betapa
cinta, semangat, canda tawa, pengertian dan bimbingan begitu berarti
bagi kami para istri. Dan hal itu begitu berarti bagi pengasuhan
anak-anak.
Sahabat, Maaf ya jika dirasa tulisan ini terlalu
jujur. Saya hanya ingin menyampaikan betapa pernikahan dalam kerangka
ibadah itu begitu indah, begitu indah, begitu indah. Allahu alam
San jose, california
Dari seorang wanita yang terus belajar menjadi istri
Kiki Barkiah